/Periseian, Simbol Unik Kejantanan Pemuda Sasak

Periseian, Simbol Unik Kejantanan Pemuda Sasak

image

Suku Sasak sebagai suku mayoritas pulau Lombok di Nusa Tenggara Barat mempunyai sebuah adat budaya kesenian yang unik dengan mempertontonkan aksi pertarungan bela diri untuk memperlambangkan kejantanan antara dua pemuda.

Dengan bersenjatakan tongkat panjang dari rotan yang disebut dengan Penjalin serta perisai yang dalam bahasa asli Suku Sasak disebut Periseian dari kulit kerbau tebal dan keras.

Kedua pemuda petarungnya yang disebut Pepadu, saling mencoba untuk memukul sang lawan dengan tongkat rotan tersebut sambil kadang kalanya berjoget-joget untuk saling mengejek.

Ketika menangkis pukulan bunyi yang keras pun kadang membuat histeris para penonton. Namun jalannya pertarungan bila sudah sengit dan membahayakan para penonton akan datang wasit pertarungan yang biasa disebut dengan Perkembar karena berjumlah dua orang untuk melerai.

image

Adat budaya kesenian bela diri ini sudah ada sejak jaman kerajaan-kerajaan di Lombok, awalnya adalah semacam latihan pedang dan perisai sebelum berangkat ke medan pertempuran atau ketika emosi kegembiraan para prajurit sehabis mengalahkan lawan di medan perang. Namun kini kadang adat kesenian bela diri ini juga digelar disaat musim kemarau tiba untuk memanggil hujan.

Kesenian ini tak lepas dari upacara ritual dan musik yang membangkitkan semangat untuk berperang. Pertandingan akan dihentikan jika salah satu petarung mengeluarkan darah atau dihentikan oleh juri. Tapi jika kedua petarung mampu bertahan hingga ronde ke 5 selesai, maka pemenangnya ditentukan dengan nilai tertinggi yang diberikan oleh wasit dipinggir lapangan.

Uniknya dari pertarungan Periseian, pesertanya tidak pernah dipersiapkan secara khusus. Kadang para petarung diambil dari penonton yang mau adu nyali dan ketangguhan mempermainkan tongkat rotan dan perisai.

Walaupun dalam kesenian bela diri Periseian ini tidak jarang salah satu dari orang petarung mengalami luka yang cukup parah tapi mereka tetap senang dan bergembira.

Selalu diakhiri dengan salam dan pelukan persahabatan antar para petarung. Tanda tiada dendam dan semua hanyalah adat budaya yang harus benar-benar menjunjung nilai sportifitas.

Dan sebagai salah satu upaya melestarikan budaya daerah, Periseian ini pun mulai sering dilombakan. Atau bila ada acara kebesaran dan upacara adat. Hingga membuat masyarakat sangat antusias untuk menonton kesenian ini. Yang tentunya sangat diharapkan pula dapat menarik para wisatawan untuk menikmati budaya nan unik ini. [McL]