/Dieng Culture Festival Yang Semakin Dingin Dan Semakin Terkelola

Dieng Culture Festival Yang Semakin Dingin Dan Semakin Terkelola

image

Dataran tinggi yang disimbolkan dari bahasa Sangsekerta sebagai tempat berkumpulnya para leluhur atau dewa, Dieng kembali diramaikan dengan berkumpulnya para wisatawan dalam negeri hingga mancanegara. Karena ingin melihat secara langsung beragam acara budaya dalam Festival Budaya Dieng atau biasa disebut dengan Dieng Culture Festival (DCF), yang pada tahun ini memasuki penyelenggaraannya yang keenam

Selama tiga hari, tepatnya pada tanggal 31 Juli 2015 hingga 2 Agustus 2015, dataran tinggi Dieng dipenuhi hampir total sekitar 50.000 orang wisatawan untuk datang melihat festival yang menampilkan hasil karya mandiri dari Kelompok Sadar Wisata Dieng Pandawa Desa Dieng Kulon, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah.

Berbagai pertunjukan seni tradisi, harmoni budaya dan agama, napak tilas keliling dataran tinggi Dieng, pagelaran wayang kulit, minum massal Purwaceng sebagai minuman khas Dieng, festival lampion, pagelaran Jazz Atas Awan dan puncaknya adalah acara ritual ruwatan pencukuran rambut anak gimbal atau yang disebut anak Bajang.

Sebagai puncaknya DFC, upacara adat ruwatan pencukuran rambut gimbal ini memang sungguh menarik perhatian wisatawan yang sangat besar. Mengikuti jalannya prosesi adat dengan sangat sabar serta teratur dibawah terik matahari pagi namun ditengah hembusan angin dingin yang sedikit menembus tulang

image

Dimulai dengan kirab para anak Bajang dari rumah para tetua adat Dieng, dengan kereta kencana yang didatangkan dari Yogyakarta lengkap dengan kuda-kuda yang gagah untuk menembus lautan para wisatawan berbaur dengan para penduduk asli Dieng yang sudah menanti ingin mengabadikan peristiwa budaya unik ini dengan berbagai jenis kamera.

Memasuki area Candi Arjuna, para anak Bajang langsung mengikuti ritual Jamasan yaitu prosesi dimana rambut gimbal serta muka anak Bajang dibersihkan atau dicuci mengunakan air bunga suci yang di ambil dari Telaga Warna.

Setelah itu, bergeser ke depan Candi Arjuna untuk acara puncak yaitu ruwatan pencukuran. Pada tahun ini ada 10 anak Bajang yang dicukur perwakilan dari berbagai wilayah sekitar Dieng. Anak pertama akan dicukur oleh Tetua Adat di Dieng yang kemuduian dilanjutkan oleh para pemuka adat dan tokoh masyarakat.

Pelaksanaan ruwatan pencukuran ini harus dilakukan atas dasar keinginan anak berambut gimbal sehingga selama anak berambut gimbal itu belum ingin mengikuti ruwatan, orang tuanya tidak boleh memaksa. Serta harus dipenuhinya permintaan yang diajukan sang anak kepada para orang tua. Yang tahun ini juga ada permintaan unik seperti, Anak Tongkol, Penari Tengger, sepeda, kalung emas hingga sekotak apel yang segar dari dalam lemari pendingin. Karena bila tidak dituruti rambut gimbal akan kembali tumbuh pada sang anak.

Lalu upacara adat ini akan diakhiri dengan prosesi Pelarungan rambut gimbal yang telah dipotong ke Telaga Warna sebagai simbol kembali ke sang titisan. Yang konon anak berambut gimbal laki-laki dipercaya merupakan titisan Eyang Agung Kala Dete, sedangkan yang perempuan titisan Nini Ronce Kala Prenye.

Dalam pelaksanaan yang pada tahun ini memasuki keenam kalinya, DCF sudah memasuki tahap yang semakin terkelola dengan rapih bila dibandingkan dengan pelaksanaan pada tahun sebelumnya. Ini semua berkat evaluasi koordinasi yang berkesinambungan para tetua adat dan generasi muda sebagai para pelaksana.

Adalah sang inisiator DCF, Budhi Hermanto yang bertemu tanpa disengaja saat sedang menikmati hangatnya kopi Wonosobo pun bercerita, dengan kekurangan pada tahun-tahun sebelumnya dapat pelan-pelan diperbaiki melalui evaluasi yang menyeluruh untuk diperbaiki demi kenyamanan para wisatawan, mulai dengan membatasi jumlah hingga 4000 wisatawan saja yang dapat masuk ke acara puncak di Candi Arjuna agar terjaga kehikmadtan acara tersebut.

Adapula hal kecil yaitu penggunaan payung untuk menahan panas yang terik di sekitaran Candi Arjuna hingga dapat membuat para wisatawan yang dibelakang tidak dapat melihat acara utama yaitu pemotongan rambut gimbal karena terhalang payung-payung tersebut. Jadi kami pada tahun ini memberikan kain unik batik khas Wonosobo untuk para wisatawan. Hingga menjadi seragam dan menjadi pemandangan yang sangat unik, tambah Budhi.

Terbuki dengan terlihatnya sarana akomodasi serta transportasi darat dari terminal Wonosobo menuju Dataran Tinggi Dieng semakin tersedia dengan banyak pilihan dengan harga yang terjangkau. Baik yang memesan lewat panitia langsung atau lewat tour travel yang sudah terkelola dengan baiknya oleh para generasi muda Dieng. Didukung pula dengan sarana terpenting dengan tersedianya rumah-rumah penduduk yang telah ramai dan ramah untuk menerima para wisatawan sudah sangat siap dan ramai dipenuhi para wisatawan.

Dan harapannya semoga tahun depan akan semakin dingin terus terkelola dengan baiknya festival budaya ini oleh para generasi muda Dieng agar semakin menarik perhatian yang tinggi para wisatawan untuk melihat kearifan Indonesia didataran yang tertinggi.